Oleh : Dra. Endang Siwi Ekoati, M.Pd.
Guru SMP 1 Kudus, Anggota ISPI
ABSTRACT
Ekoati, Endang Siwi. 2010. Developing Group Investigation in Learning of Scientific Writing in the Multicultural Context for SMP Students.
The learning of scientific writing for SMP is still in troubles. The problem may come from both student and teacher. It is due to that the learning nowadays still emphasizes on theoretical aspect and less exploring the student’s potencies. Furthermore, there is no any significant theme line of the material given. The material’s range is too wide so it is hard to be implemented in the classroom in limited time. Group investigation development can be such alternative improving the ability in learning of scientific writing in the multicultural context. The research had been by using research development design. Based on the research result and its discussion, counted data that both student and teacher realize that learning of scientific writing in the multicultural context is necessary. Thus, development is needed in order to improve the learning process and its result toward student. If the group investigation model is applied in 6 steps, the individual student’s competence could not be optimally explored. Therefore, it is needed adding re-creating after the sixth step so that become seven steps. Re-creating is a creative process that can be presented, displayed, or developed. By using model development, the learning would be more meaningful.
Key words: development, group investigation model, scientific work, multicultural context
PENDAHULUAN
Kompetensi peserta didik SMP dalam menulis karya ilmiah masih belum memuaskan. Hal itu karena guru belum menggunakan model pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran. Konteks multikultur yang ada pada peserta didik belum dimanfaatkan secara baik. Potensi peserta didik dalam berpikir kritis dan melakukan kegiatan ilmiah belum dikembangkan. Oleh sebab itu, perlu diterapkan dan dikembangkan model pembelajaran yang dapat memicu dan memacu kompetensi peserta didik dalam menulis karya ilmiah.
Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran yang dianggap tepat untuk mengembangkan kompetensi peserta didik dalam menulis karya ilmiah. Model investigasi kelompok dipandang mampu memfasilitasi peserta didik untuk berpikir dan berperilaku secara ilmiah karena potensial untuk melatih peserta didik melakukan penyelidikan, penelitian, dan penemuan. Keunggulan lain dari model investigasi kelompok adalah mengembangkan pendidikan karakter karena mereka dibiasakan bekerja dalam kelompok. Nilai-nilai kejujuran, kerjasama, disiplin, dan keluhuran nilai lainnya dapat terbina melalui implementasi model tersebut dalam pembelajaran menulis karya ilmiah.
Strategi yang dapat dilakukan guru untuk memperkenalkan konteks multikultural adalah dengan menerapkan model investigasi kelompok. Model investigasi kelompok dapat mengakomodasi keragaman dan perbedaan dengan cara membentuk kelompok yang terdiri atas peserta didik-peserta didik yang beragam pula. Dengan model investigasi kelompok diharapkan tidak terjadi deskriminasi terhadap kelompok tertentu. Semua anggota kelompok diharapkan berpartisipasi secara aktif dan berkontribusi sejak perencanaan hingga hasil akhir. Namun, dalam pelaksanannya perlu dilakukan pengembangan model agar materi konteks multikultural tersampaikan dengan baik.
Pemahaman terhadap multikulturalisme merupakan kebutuhan bagi manusia untuk menghadapi tantangan global di masa mendatang. Pendidikan multikultural mempunyai dua tanggung jawab besar, yaitu menyiapkan bangsa Indonesia untuk siap menghadapi arus budaya luar di era globalisasi dan menyatukan bangsa sendiri yang terdiri atas berbagai macam budaya.
Harapannya, pendidikan multikultural dapat membangun karakter (character building) peserta didik khususnya peserta didik SMP dalam relasinya dengan diri sendiri dan relasinya dengan sesama. Relasi dengan diri sendiri, maksudnya adalah memandang dan memperlakukan diri sendiri dengan baik. Dengan kata lain, bersikap baik terhadap diri sendiri. Ada tiga hal yang harus dikembangkan untuk membangun relasi yang baik dengan diri sendiri yaitu mengenal diri sendiri, menerima diri, dan mengembangkan diri.
LANDASAN TEORETIS
A. Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural merangkul perbedaan di antara peserta didik, berupaya membantu peserta didik belajar tanpa memandang dari kelompok mana mereka berasal dan menjunjung keadilan sosial. Pendidikan multikultur ditujukan bagi semua peserta didik tanpa memandang keanggotaan kelompok ras atau etnis mereka (Hall et al 2008: 246-247). Pendidikan multikultur disusun atas dasar persamaan dalam kurikulum, hubungan antara guru dan murid, suasana sekolah, dan hubungan sekolah dengan orang tua dan masyarakat. Ketentuan pendidikan yang multikultur mengharuskan para pendidik untuk:
1. Menempatkan peserta didik di pusat proses pengajaran dan pembelajaran
2. Menjunjung hak-hak asasi manusia dan menghormati perbedaan budaya
3. Yakin bahwa semua peserta didik dapat belajar
4. Mengetahui dan membangun sejarah kehidupan dan pengalaman dari keaggotaan kelompok budaya peserta didik
5. Secara kritis menganalisis tentang penindasan dan kekuatan hubungan untuk memahami rasisme, seks, klasisme, dan diskriminasi terhadap orang-orang dengan kecacatan, kaum homo, lesbian, para pemuda dan kaum lanjut usia.
6. Kritik sosial dalam kepentingan keadilan sosial dan persamaan sosial
7. Berpartisipasi dalam aksi sosial kolektif untuk menjamin terjadinya masyarakat yang demokratis (Gollnick et al dalam Hall et al 2008: 247).
Pendidikan multukultural adalah pendidikan yang tidak deskriminatif, yang bertujuan memberikan keamanan dan kenyamanan kepada semua peserta didik tanpa memandang latar belakang mereka. Namun, dalam pelaksanaanya masih ditemukan beberapa masalah. Masalah yang dimaksud antara lain (1) masih banyak guru yang tidak menyadari adanya perbedaan, (2) belum tersedia kurikulum pendidikan multikultural, (3) belum tersedia bahan ajar konteks multikultural.
Peranan guru di dalam pembelajaran yang konteks multikultural sangat penting. Sebagai hal yang baru, guru dalam pembelajaran multikultural berperan sebagai fasilitator seperti halnya dalam pembelajaran berbasis kompetensi. Berkaitan dengan peran itu, guru membutuhkan pengetahuan, pengalaman, dan model pembelajaran serta panduan materi ajar praktis.
B. Investigasi Kelompok
Investigasi kelompok adalah salah satu model pembelajaran yang berfokus pada partisipasi peserta didik dalam kegiatan untuk mencari materi atau informasi dari materi yang tersedia, seperti buku, internet dan observasi lapangan.Parapeserta didik dituntut mengikuti pembelajaran sejak perencanaan, pemilihan topik, pelaksanaan, pelaporan hingga penilaian. Oleh karena itu, peserta didik dituntut mempunyai kemampuan komunikasi atau keterampilan bekerja sama dalam kelompok. Model Investigasi Kelompok melatih para peserta didik untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mereka. Para peserta didik sebagai pengikut aktif akan menunjukkan sejak langkah pertama yakni pemilihan topik sampai langkah terakhir dalam proses belajar, yaitu penilaian.
Model investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran konstruktivistik dan prinsip pembelajaran demokrasi (Isjoni 2009:87). Penerapan model ini dapat menumbuhkan dan melatih kemampuan berpikir mandiri. Keterlibatan peserta didik secara aktif dapat dilihat sejak awal hingga akhir pembelajaran dan memberikan peluang peserta didik untuk mempertajam gagasannya dan guru segera dapat memperbaiki gagasan peserta didik yang kurang tepat.
Untuk mengakomodasi keragaman dan perbedaan, guru sebaiknya memastikan bahwa kelompok yang dibentuk terdiri atas peserta didik-peserta didik yang beragam dan memastikan bahwa semua anggota kelompok berpartisipasi dan berkontribusi pada hasil akhir (Jakobsen et al 2009:236).
Jakobsen et al (2009:236) menyampaikan bahwa terdapat enam langkah dalam strategi investigasi kelompok, yaitu:
1) Pemilihan topik. Dalam hal ini peserta didik memilih topik untuk diselidiki dalam satu bidang umum.
2) Perencanaan kooperatif. Peserta didik, dengan bantuan guru merencanakan cara mengumpulkan data dan aktivitas pembelajaran lain seperti penelusuran di internet dan perpustakaan.
3) Implementasi. Peserta didik melaksanakan rencana yang telah dibuat dengan strategi dan sumber pembelajaran yang berbeda.
4) Analisis dan sintesis. Peserta didik menganalisis dan mengolah informasi yang didapat untuk dipresentasikan.
5) Penyajian hasil akhir. Peserta didik membagi dan mendiskusikan informasi yang telah dikumpulkan.
6) Evaluasi. Peserta didik membandingkan penemuan-penemuan dan perspektif-perspektif kemudian mendiskusikan persamaan dan perbedaannya.
C. Pembelajaran Menulis Konteks Multikultural
Menurut Supriadi (1997), menulis merupakan suatu proses kreatif yang banyak melibatkan cara berpikir divergen (menyebar) daripada konvergen (memusat). Menulis tidak ubahnya dengan melukis. Penulis memiliki banyak gagasan dalam menuliskannya. Kendatipun secara teknis ada kriteria-kriteria yang dapat diikutinya, tetapi wujud yang akan dihasilkan itu sangat bergantung pada kepiawaian penulis dalam mengungkapkan gagasan. Banyak orang mempunyai ide-ide bagus di benaknya sebagai hasil dari pengamatan, penelitian, diskusi, atau membaca. Akan tetapi, begitu ide tersebut dilaporkan secara tertulis, laporan itu terasa amat kering, kurang menggigit, dan membosankan. Fokus tulisannya tidak jelas, gaya bahasa yang digunakan monoton, pilihan kata (diksi) kurang tepat dan tidak mengenai sasaran, serta variasi kata dan kalimat yang kering.
Sebagai proses kreatif yang berlangsung secara kognitif, penyusunan sebuah tulisan memuat empat tahap, yaitu: (1) tahap persiapan (prapenulisan), (2) tahap inkubasi, (3) tahap iluminasi, dan (4) tahap verifikasi/evaluasi. Keempat proses ini tidak selalu disadari oleh para peserta didik. Namun, jika dilacak lebih jauh lagi, hampir semua proses menulis (esai, opini/artikel, karya ilmiah, artistik, atau bahkan masalah politik sekali pun) harus melewati keempat tahap ini. Proses kreatif tidak identik dengan proses atau langkah-langkah mengembangkan laporan tetapi lebih banyak merupakan proses kognitif atau bernalar.
Menulis karya ilmiah sama halnya dengan mengarang, aturan-aturan dalam penulisan seperti penguasaan organisasi isi, penggunaan kaidah bahasa Indonesia, diksi (pemilihan kata), kohesi dan koherensi, penguasaan kosakata, penggunaan kalimat efektif harus ada dalam tulisan. Guru sering dihadapkan pada tulisan peserta didik yang kalimat-kalimatnya tidak gramatikal, ejaan dan tanda baca yang digunakan tidak tepat, pilihan kata tidak tepat, banyak memakai kata yang mubazir, dan penggunaan kalimat tidak efektif. Kalimat yang dihasilkan oleh peserta didik kebanyakan belum mengikuti kaidah penyusunan kalimat yang benar sehingga sulit dipahami maksudnya. Kalaupun dapat menuangkan ide, seringkali pola pikir yang mereka gunakan belum sistematis.
Keterampilan menulis karya ilmiah dapat melatih berpikir dan menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan secara sistematis, melatih kebiasaan untuk memecahkan masalah secara sistematis, menambah wawasan, mendorong kebiasaan membaca, melatih dalam mendokumentasikan gagasan, hasil temuan, pengalaman dan pengetahuan. Oleh karena itu, keterampilan menulis karya tulis perlu diajarkan sejak SMP.
Karya ilmiah adalah hasil pekerjaan menulis (Hasnun 2009: 41). Karya ilmiah adalah salah satu jenis karangan yang berisi serangkaian hasil pemikiran yang diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya. Suatu karangan dari hasil penelitian, pengamatan, ataupun peninjauan dikatakan ilmiah jika memenuhi syarat sebagai berikut.
1) penulisannya berdasarkan hasil penelitian;
2) pembahasan masalahnya objektif sesuai dengan fakta;
3) karangan itu mengandung masalah yang sedang dicarikan pemecahannya;
4) baik dalam penyajian maupun dalam pemecahan masalah digunakan metode tertentu;
5) bahasanya harus lengkap, terperinci, teratur, dan cermat;
6) bahasa yang digunakan hendaklah benar, jelas, ringkas, dan tepat sehingga tidak terbuka kemungkinan bagi pembaca untuk salah tafsir (Hasnun 2009).
Melihat persyaratan di atas, seorang penulis karangan ilmiah hendaklah memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam bidang:
1. masalah yang diteliti,
2. metode penelitian,
3. teknik penulisan karangan ilmiah,
4. penguasaan bahasa yang baik.
Berpijak pada persyaratan karya ilmiah, langkah-langkah penyusunan karya ilmiah meliputi (1) menentukan tema,(2) mengumpulkan bahan, (3) membuat kerangka, (4) dan mengembangkan kerangka. Kerangka yang dimaksud adalah sistematika penulisan. Pada dasarnya, sistematika karya tulis sudah dibakukan. Namun, variasi sistematika karya tulis sangat dipengaruhi oleh kaidah yang berlaku di lingkungan karya tulis itu dibuat. Untuk peserta didik SMP, karya tulis yang dibuat adalah karya tulis sederhana. Jadi ada beberapa bagian yang dipadatkan atau dihilangkan, disesuaikan pada kemampuan yang layak dimiliki peserta didik SMP.
Secara umum, karya ilmiah terdiri atas tiga bagian yaitu (1) bagian awal, (2) bagian isi, dan (3) bagian akhir. Bagian awal merupakan bagian depan karya tulis. Bagian awal sangat menentukan bagian selanjutnya, baik tata letak maupun penempatan kata-kata yang dipergunakan (Hasnun 2009: 43).
Karya ilmiah konteks multukultural sangat mungkin disusun oleh peserta didik karena pada hakikatnya keberadaan mereka pun di tengah masyarakat multikultural. Untuk mengangkat permasalahan multikultural, data dapat diambil dari studi pustaka, dukumentasi, wawancara dan obeservasi tentang berbagai kultur yang ada di tengah-tengah masyarakat. Peserta didik dapat belajar bersentuhan dengan kultur masyarakat sekitar untuk memperoleh data-data yang akan dijadikan sumber tulisannya. Secara khusus budaya masyarakat yang dapat dijadikan objek observasi peserta didik adalah tradisi yang masih sering dilakukan antara lain Buka Luwur, Sedekah Bumi, Bersih Desa, Perayaan Tahun Baru Islam, Dandangan, Punden, Imlek, Mitoni dan lain-lain. Dengan pembelajaran ini peserta didik diharapkan dapat mengetahui sejarah, pendangan hidup, adat istiadat, kepercayaan atau kegiatan-kegiatan kemasyarakatan lainnya.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian Research and Development (R&D). Produk yang akan dikembangkan dan divalidasi dalam penelitian ini adalah pengembangan model investigasi kelompok dalam pembelajaran menulis karya ilmiah konteks multikultural. Unsur-unsur pengelolaan model pembelajaran meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Langkah-langkah penelitian pengembangan model investigasi kelompok pada pembelajaran menulis karya ilmiah konteks multikultural peneliti laksanakan dengan prosedur sebagai berikut.
1) Analisis kurikulum
Analisis kurikulum dilakukan untuk mengetahui kebutuhan model, materi ajar dan kebutuhan konteks multikultural. Kegiatan tahap ini di antaranya menelaah filosofi kurikulum, konten kurikulum, teori belajar yang diterapkan, proses belajar mengajar yang dikembangkan dan alat evaluasi.
2) Analisis Teoretis
Kegiatan tahap ini di antaranya menelaah secara teoretis berbagai buku dan literatur yang berkaitan dengan topik penelitian yaitu pengembangan model pembelajaran, pembelajaran menulis karya tulis ilmiah sederhana, dan pendidikan multikultural. Analisis teoretis ini digunakan sebagai dasar untuk menemukan model pembelajaran menulis karya tulis ilmiah konteks multikultural yang tepat.
3) Analisis Kebutuhan Guru, Peserta didik, Bahan Ajar dan Konteks Multikultural
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan identifikasi kebutuhan guru, peserta didik, bahan ajar dan konteks multikultural. Kebutuhan tersebut difokuskan pada kebutuhan model pembelajaran menulis karya tulis ilmiah konteks multikultural. Hasil analisis kebutuhan ini dijadikan bahan pertimbangan dalam menyusun desain model pembelajaran investigasi kelompok dalam pembelajaran menulis karya tulis ilmiah konteks multikultural peserta didik SMP.
4) Penyususunan Draf Model Investigasi Kelompok dalam Pemebelajaran Karya Tulis Ilmiah Konteks Multikultural.
Setelah analisis kebutuhan guru, peserta didik, bahan ajar dan konteks multikultural, selanjutnya perlu disusun draf model investigasi kelompok dalam pembelajaran menulis karya tulis ilmiah konteks multikultural. Produk yang dikembangkan adalah model pembelajaran investigasi kelompok.
5) Pengembangan Model Investigasi Kelompok
Produk pengembangan berupa desain model investigasi kelompok dalam pembelajaran menulis karya ilmiah konteks multikultural disusun oleh peneliti kemudian dinilai oleh ahli mata pelajaran bahasa Indonesia, ahli model pembelajaran, serta guru bahasa Indonesia SMP. Desain model yang dikembangkan tersebut meliputi prosedur, sistem sosial, dampak instruksional, dampak pengiring dan alat evaluasi.Paraahli dan guru diminta untuk menilai desain model investigasi kelompok dalam pembelajaran menulis karya tulis ilmiah konteks multikultural berdasarkan format butir penilaian. Dalam format penilaian digunakan skor penilaian, kolom saran, dan masukan ahli dan guru untuk bahan perbaikan.
6) Revisi Desain
Kegiatan tahap ini adalah merevisi desain model investigasi kelompok dalam pembelajaran menulis karya tulis ilmiah konteks multikultural. Revisi dilaksanakan berdasarkan saran dan masukan ahli mata pelajaran, ahli model pembelajaran dan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hasil kegiatan ini adalah tersusunnya desain model investigasi kelompok dalam pembelajaran menulis karya tulis ilmiah konteks multikultural.
7) Uji Formatif
Tahap ini merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan produk yang berupa model pembelajaran baru yaitu model investigasi kelompok yang telah dikembangkan secara rasional lebih efektif dalam pembelajaran menulis karya tulis ilmiah konteks multikultural.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu (1) subjek penelitian untuk mendapatkan data kebutuhan pengembangan model pembelajaran menulis karya ilmiah konteks multikultural adalah peserta didik, guru bahasa Indonesia, dan ahli; (2) subjek penelitian untuk mengetahui karakteristik model investigasi kelompok dalam pembelajaran menulis karya ilmiah konteks multikultural untuk peserta didik SMP adalah peserta didik kelas IX SMP 1 Kudus; dan (3) subjek penelitian dalam pemberlakuan kelas terbatas untuk mendapatkan data tentang hasil pengembangan model investigasi kelompok dalam pembelajaran menulis karya ilmiah konteks multikultural adalah peserta didik kelas IX A SMP 1 Kudus.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA
Berdasarkan kajian teori dan uji formatif di kelas IX A SMP 1 Kudus, dalam penelitian pengembangan ini dihasilkan hal-hal sebagai berikut.
Prinsip-Prinsip Model Investigasi Kelompok
Model investigasi kelompok menganut prinsip-prinsip:
A. Demokratis
Kelas seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih luas dari kehidupan nyata. Guru harus menciptakan lingkungan belajar yang demokratis dengan mengangkat permasalahan sosial dan interpersonal untuk menangkal efek prasangka terhadap etnis dan rasial yang berbeda. Peserta didik dibiasakan untuk belajar dan bekerja dalam kelompok yang heterogen. Integrasi dan penerimaan antarkelompok perlu ditumbuhkan agar peserta didik mau menerima keberagaman.
B. Kolaboratif
Kolaborasi merupakan teknik pembelajaran dengan melibatkan sejawat atau teman untuk saling mengoreksi. Dengan demikian semua peserta didik akan terlibat secara intelektual dan emosional dalam pembelajaran. Dalam kelas besar, peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok kecil terdiri atas tiga sampai lima orang. Masing-masing anggota dapat saling memberikan koreksi dengan cara memberikan komentar atau respons terhadap tulisan yang dibuat teman-teman dalam satu kelompok atau kelompok lain.
C. Konstruktivistik
Peserta didik dituntut mengkonstruksi konsep yang sedang dikaji melalui penafsiran yang dilakukan berbagai cara, seperti obeservasi, diskusi, atau penelitian dan penyelidikan. Dengan cara ini, konsep tidak ditransfer oleh guru kepada peserta didik, tetapi dibentuk sendiri oleh peserta didik berdasarkan pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang terjadi ketika melakukan investigasi serta interpretasi. Dengan kata lain, peserta didik didorong untuk membangun makna dari pengalamannya sehingga pemahamannya terhadap fenomena yang sedang dikaji menjadi meningkat. Di samping itu, peserta didik didorong untuk memunculkan berbagai sudut pandang terhadap topik/ konsep/ masalah yang sama, dan untuk mempertahankan sudut pandangnya dengan argumentasi yang relevan. Hal-hal ini merupakan salah satu realisasi hakikat konstruktivisme dalam pembelajaran.
D. Kooperatif
Peserta didik diberi kesempatan untuk bertanggung jawab menyelesaikan tugas bersama. Kesempatan ini diberikan melalui kegiatan investigasi, interpretasi dan rekreasi. Di samping itu, peserta didik juga mendapat kesempatan untuk membantu temannya dalam menyelesaikan satu tugas. Kebersamaan, baik dalam investigasi, interpretasi dan rekreasi dengan pemajangan hasil merupakan arena interaksi yang akan memperkaya pengalaman.
E. Investigasi
Dalam pembelajaran, kreativitas dapat ditumbuhkan dengan menciptakan suasana kelas yang memungkinkan peserta didik dan guru bebas mengkaji, mengeksplorasi dan meneliti, dan menyelidiki topik-topik penting. Guru mengajukan pertanyaan yang membuat peserta didik berpikir keras, kemudian mengejar pendapat peserta didik tentang ide-ide besar dari berbagai perspektif. Guru mendorong peserta didik menunjukkan/ mendemonstrasikan, menginvestigasi pemahamannya tentang topik-topik penting menurut caranya sendiri.
Dengan mengacu kepada karakteristik tersebut, model pembelajaran investigasi kelompok diasumsikan mampu memotivasi peserta didik dalam melaksanakan berbagai kegiatan sehingga peserta didik tertantang secara kreatif. Dengan karakteristik seperti itu, model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pembelajaran lain, baik untuk topik-topik yang bersifat abstrak maupun konkret.
II. Karakteristik Model
Model investigasi kelompok memiliki karakteristik, yaitu (1) tujuan dan asumsi, (2) prosedur, (3) sistem sosial, (4) prinsip pengelolaan/reaksi, dan (5) dampak instruksional dan pengiring.
A. Tujuan dan Asumsi
Model investigasi kelompok mengambil model yang berlaku di masyarakat terutama cara anggota masyarakat melakukan proses mekanisme sosial melalui kesepakatan sosial. Melalui kesepatakan-kesepakatan inilah para peserta didik mempelajari pengetahuan akademis dan melibatkan diri dalam pemecahan masalah. Dalam model ini terdapat tiga konsep utama yaitu penelitian (inquiry), pengetahuan (knowledge), dan dinamika belajar kelompok (the dynamics of the learning group).
B. Sistem Sosial
Sistem sosial yang berlaku dan berlangsung dalam model ini bersifat demokratis. Kegiatan kelompok yang terjadi bertolak dari pengarahan guru. Iklim kelas ditandai oleh proses interaksi yang bersifat kesepakatan. Pembelajaran ditandai dengan kegiatan bersama yang memperlihatkan hubungan timbal balik antara guru dengan peserta didik dan peserta didik satu dengan peserta didik yang lain. Peserta didik dan guru mempunyai peran (status) dan bertindak (berperan) sesuai dengan norma-norma atau aturan-aturan yang dibuat atas kesepakatan bersama.
Kelas merupakan bagian dari mikrososiologi yang menelaah kehidupan kelompok sosial di sekolah dengan keseluruhan dinamika yang terjadi di dalamnya. Di kelas terdapat gabungan dari individu-individu yang membentuk suatu kelompok sosial yang teratur dan memiliki fungsi dan peran yang kompleks dalam kacamata pendidikan. Ruang kelas memenuhi standar definisi kelompok sosial karena sekumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Dengan penerapan model investigasi kelompok, peserta didik diharapkan dapat bekerja sama dalam kelompok yang heterogen.
C. Sistem Pendukung
Sarana pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan peserta didik untuk menggali berbagai informasi yang sesuai dan diperlukan untuk melakukan proses pemecahan masalah. Sistem pendukung yang dimaksud adalah sarana prasarana, budaya sekolah dan masyarakat multikultural. Sarana prasarana yang diperlukan untuk mendukung pembelajaran berbasis ICT adalah laboratorium multimedia/komputer, hotspot, LCD proyektor, perpustakaan sekolah, perpustakaan digital, dan lain-lain. Budaya sekolah adalah budaya yang diterapkan di sekolah yang membiasakan semua warga sekolah menghargai adanya keberagaman, melek teknologi dan budaya membaca. Sedangkan masyarakat multikultural adalah orang tua dan lingkungan sekolah yang beragam, berbeda status sosial dan berbeda etnis. Terpenuhinya daya dukung tersebut diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang positif.
Segala daya dukung diharapkan mampu mengoptimalkan pembelajaran konteks multikultural. Keberadaan perpustakaan sekolah, laboratorium komputer dan hotspot kiranya bukan hanya sekadar kelengkapan yang asal ada tetapi merupakan sarana yang pemanfaatannya memang diperlukan. Perpustakaan sekolah harus menyediakan ensiklopedia, kamus dan buku-buku yang diperlukan untuk pembelajaran konteks multikultural.
D. Prinsip Pengelolaan/Reaaksi
Di dalam kelas, guru berperan sebagai konsultan dan pemberi kritik yang bersahabat. Dalam hal ini, guru hendaknya membimbing kelompok melalui tiga tahap, yaitu (1) tahap pemecahan masalah, (2) tahap pengelolaan kelas (3) tahap pemaknaan secara perseorangan. Peserta didik harus merasakan kenyamanan, keamanan, perlindungan, kerja sama, tolong-menolong, saling menghargai, saling menghormati dan saling memberi antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, dan peserta didik dengan peserta didik yang lain.
E. Prosedur Model Investigasi Kelompok
Model inivestigasi kelompok yang dikembangkan, dilaksanakan dengan tujuh langkah, yaitu: pemilihan topik, perencanaan kooperatif, penerapan, analisis dan sintesis, presentasi, re-kreasi dan evaluasi. Re-kreasi merupakan langkah pengembangan model ini. Tujuan penambahan langkah ini untuk meningkatkan dan menggali kompetensi individual peserta didik secara optimal. Setiap langkah dapat dikembangkan lebih lanjut oleh para guru, dengan berpegang pada hakikat setiap langkah, sebagai berikut.
a. Pemilihan topik
Kegiatan pembelajaran diawali dengan memilih topik untuk diselidiki. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran menulis karya ilmiah konteks multikultural dan memberikan gambaran tentang konteks multikultural. Topik yang ditawarkan guru adalah:
1) masalah kebudayaan. Dalam hal ini terkait masalah-masalah mengenai identitas budaya suatu kelompok, etnis, ras atau suku,
2) kebiasaan-kebiasaan, tradisi dan pola perilaku masyarakat,
3) kegiatan atau tradisi yang merupakan identitas kelompok masyarakat.
4) Topik-topik yang dapat dijadikan kajian antara lain: buka luwur, sedekah bumi, bersih desa, perayaan tahun baru Islam, dandangan, punden, imlek, mitoni, budaya sekolah, kepercayaan dll.
b. Perencanaan kooperatif
Pada tahap ini, guru dan peserta didik mengomunikasikan dan menyepakati tugas dan langkah pembelajaran. Guru mengomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkah, hasil akhir yang diharapkan dari peserta didik, serta penilaian yang akan diterapkan. Peserta didik, dengan bantuan guru merencanakan cara mengumpulkan data dan aktivitas pembelajaran lain seperti penelusuran di internet dan perpustakaan serta investigasi.
Pada kesempatan ini peserta didik diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya tentang langkah/cara kerja serta hasil dan penilaian. Negosiasi tentang aspek-aspek tersebut dapat terjadi antara guru dan peserta didik. Pada tahap ini diharapkan sudah terjadi kesepakatan antara guru dan peserta didik.
Peserta didik merencanakan topik yang akan diteliti secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain sebagai satu kelompok atau tim. Perencanaan dibuat bersama untuk mencapai tujuan bersama. Oleh karena itu, pada tahap ini terjadi saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, keterampilan untuk menjalin hubungan pribadi atau keterampilan sosial antara satu peserta didik dengan peserta didik yang lain, antara peserta didik dengan guru.
Implementasi
Peserta didik melaksanakan rencana yang telah dibuat dengan strategi dan sumber pembelajaran yang berbeda. Pada tahap ini, peserta didik melakukan eksplorasi dengan cara investigasi terhadap masalah/konsep yang akan dikaji. Investigasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti membaca, melakukan observasi, wawancara, melakukan percobaan, browsing lewat internet, dan sebagainya.
Waktu untuk investigasi disesuaikan dengan luasnya bidang yang harus diinvestigasi. Investigasi yang memerlukan waktu lama dilakukan di luar jam pelajaran, sedangkan investigasi yang singkat dapat dilakukan pada jam pelajaran. Agar investigasi menjadi terarah, panduan singkat disiapkan oleh guru. Panduan investigasi memuat tujuan, materi, waktu, cara kerja, serta hasil akhir yang diharapkan. Misalnya, peserta didik diharapkan mengumpulkan tiga artikel atau buku multikultural selama satu minggu atau peserta didik diminta mencari informasi mengenai kegiatan/tradisi masyarakat di satu daerah, yang meliputi: nama dan alamat tempat kegiatan, alasan kegiatan, sikap masyarakat terhadap kegiatan yang dilakukan, serta proses kegiatan. Investigasi dilakukan secara berkelompok sesuai dengan kesepakatan. Selama proses investigasi, peserta didik dapat berkomunikasi dengan guru melalui e-mail, yahoo massenger, maupun facebook. Komunikasi melalui internet ini dapat membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam proses penyusunan karya ilmiah.
Analisis dan sintesis
Peserta didik menganalisis dan mengolah informasi yang didapat untuk dipresentasikan. Dalam tahap ini dilakukan analisis, diskusi, tanya jawab dan revisi, jika hal itu memang diperlukan. Analisis dan sintesis dilakukan pada jam tatap muka maupun di luar jam tatap muka. Pelaksanaan analisis dan sintetis di luar jam tatap muka dapat dilakukan dengan cara berkomunikasi melalui e-mail, yahoo massenger, dan facebook
e. Penyajian hasil (presentasi)
Setiap kelompok menyiapkan 5-10 slide power point bahan presentasi. Waktu penyajian tiap kelompok 10-15 menit. Setelah mendengarkan presentasi, kelompok lain memberikan tanggapan secara sopan dipandu salah satu perwakilan kelompok. Selama presentasi berlangsung, guru menilai proses presentasi, memberi komentar dan saran perbaikan, baik perbaikan materi maupun cara presentasi.
6. Re-kreasi
Re-kreasi merupakan langkah pengembangan model investigasi kelompok dalam pembelajaran menulis karya ilmiah konteks multikultural. Tahap ini diperlukan agar peserta didik dapat mengeksplorasi kemampuannya secara optimal. Re-kreasi mencerminkan pemahaman peserta didik terhadap konsep/topik/masalah yang dikaji menurut kreasinya masing-masing. Hasil re-kreasi yang dipajang atau dimuat dapat digunakan sebagai sarana penyampai pesan pendidikan multikultural yang telah dilaksanakan.
Pada tahap ini, peserta didik dapat diminta membuat, artikel, teks berita, atau poster sesuai peristiwa dan kegiatan yang sudah diteliti. Re-kreasi dilakukan secara individual sesuai dengan pilihan peserta didik. Re-kreasi merupakan produk kreatif peserta didik yang dapat dipresentasikan, dipajang, atau ditindaklanjuti. Re-kreasi diperlukan untuk memberdayakan peserta didik dengan segala potensinya. Dengan memberikan kebebasan berekspresi, pembelajaran diharapkan menjadi lebih bermakna. Hasil re-kreasi diharapkan dapat menjadi sarana penyampai pesan multikultural pada khalayak.
Evaluasi
Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara objektif pencapaian hasil yang telah direncanakan sebelumnya. Pada tahap ini, peserta didik dapat belajar menilai segala hal yang berkaitan dengan penyusunan karya ilmiah sederhana. Kesungguhan mengerjakan tugas, hasil investigasi, kemampuan berpikir kritis dan logis dalam memberikan pandangan/argumentasi, kemauan untuk bekerja sama dan memikul tanggung jawab bersama, merupakan contoh aspek-aspek yang dapat dinilai selama proses pembelajaran. Setelah selesai menyusun karya ilmiah, peserta didik diajak untuk menilai kelebihan dan kekurangan karya ilmiah dan hasil re-kreasi yang disusun kelompok lain dengan kriteria yang telah disiapkan guru.
F. Dampak Instruksional dan Pengiring
Model investigasi kelompok cukup menarik, bermanfaat dan komprehensif yang memadukan tujuan penelitian akademik, integrasi sosial, pembelajaran sosial dan proses sosial. Model ini dapat digunakan dalam semua subjek pelajaran, pada peserta didik dalam semua umur.
Dalam bentuk bagan, dampak instruksional dan pengiring model investigasi kelompok sebagai berikut.
PENUTUP
Pengembangan model investigasi kelompok dengan penambahan langkah re-kreasi diharapkan dapat mengembangkan kompetensi individu peserta didik. Hasil re-kreasi yang dipajang atau dimuat pada blog juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana pengenalan dan penyebarluasan pendidikan multikultural. Melalui pembelajaran menulis peserta didik diharapkan mengenal dan memahami beragam budaya yang dimiliki oleh umat manusia yang pada gilirannya akan tumbuh saling pengertian dan menghargai perbedaan kebudayaan di antara sesama. Pembelajaran menulis tidak boleh dijadikan sarana propaganda bagi satu kebudayaan atau paham tertentu sebab hal ini akan bertentangan dengan konsep multikulturalisme. Dalam kerangka ini, guru harus menyediakan bahan ajar yang inklusif, dan bukan ekslusif terhadap beragam kebudayaan umat manusia.
Pengembangan model investigasi kelompok dalam pembelajaran menulis konteks multikultural diharapkan dapat:
(1) mengoptimalkan peserta didik untuk mengeksplorasi potensi budaya yang dimiliki, mengenal, memahami dan menghargai budaya yang berbeda dengan prosedur pemilihan topik, perencanaan kooperatif, penerapan, analisis dan sintesis, presentasi, re-kreasi dan evaluasi. Kompetensi menulis karya ilmiah dapat dikembangkan dengan mengangkat masalah-masalah multikultural yang hidup di lingkungan peserta didik.
(2) mampu menjadi salah satu metode efektif meredam konflik. Pembelajaran konteks multikultural adalah salah satu model pembelajaran pendidikan multikultural yang diharapkan bisa menanamkan sekaligus mengubah pemikiran peserta didik untuk benar-benar tulus menghargai keberagaman etnis, agama, ras, dan antargolongan.
DAFTAR PUSTAKA
Hall, Gene E, Linda F. Quinn dan Donna M. Gollnick. 2008. The Joy of Teaching: Mengajara dengan Senang. Terjamahan Soraya Ramli. Jakarta: PT Indeks.
Hasnun, Anwar. 2009. Pedoman Menulis untuk SMP dan SMA. Yogyakarta: Andi Offset.
Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif: Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jacobsen, David A, Paul Eggen & Donald Kauchak. 2009. Methods for Teaching: Metode-Metode Pengajaran Meningkatkan Belajar Peserta didik TK-SMA. Terjemahan Achmad Fawaid & Khoirul Anam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Supriadi, Dedi. 1997. Isu dan Agenda Pendidikan Tinggi di Indonesia. Jakarta: Rosda Jayaputra.